Selasa, 01 September 2009

Gubuk di Hutan Lindung Ditertibkan

Kota Bima, Bimeks.-
Pemerintah Kota (Pemkot) Bima menguatirkan kerusakan hutan di kawasan hutan lindung terus berlanjut. Masalahnya, kerusakan itu berpengaruh terhadap kelestarian ekosistem kawasan itu.
Kekuatiran itu ditindaklanjuti dengan penertiban gubuk yang dibangun para petani penggarap tanah tutupan negara di sejumlah lokasi di Kota Bima, seperti ncai Kapenta, Kolo, Lampe, dan Oi Mbo. Senin (31/8) siang, tim yang melibatkan aparat Kepolisian, TNI, Dinas Kehutanan, Pol PP, dan Linmas menyisir lokasi.
Penertiban itu direncanakan selama empat bulan, mulai Agustus hingga Desember mendatang. Setiap hari mulai pukul 8.00-15.30 Wita dengan target 40-50 gubuk/hari. Namun, menyangkut bulan Ramadan para personel patroli gabungan hanya mampu menertibkan 20-30 gubuk/hari. Dengan demikian, pelaksanaan penertiban akan membutuhkan lebih banyak waktu lagi.
Kabid Pengamanan Dishut merangkap sekretaris tim operasi gabungan, Saifuddin, mengatakan kawasan perlindungan pemerintah tidak boleh digarap, karena akan mengganggu kelestarian alam sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Wali Kota Bima tentang penetapan lahan abadi pangan.
Diharapkannya, penertiban itu masyarakat khususnya para penggarap tanah tutupan negara lebih hati-hati dalam memanfaatkan hasil hutan dan berpartisipasi menjaga kelestarian hutan. Saifuddin menambahkan, jika ingin berladang silakan manfaatkan kawasan di luar perlindungan pemerintah. “Lahan di luar kawasan dimanfaatkan,” katanya saat memimpin penertiban di Oi Mbo, Senin (31/8).
Bagaimana reaksi para penggarap? Sanusi (60 tahun), penggarap tanah tutupan negara di kawasan Oi Mbo, menyesalkan sikap pemerintah itu. Pasalnya, sejak tahun 1975 sudah menggarap tanah itu dengan menanami pohon kemiri. Tiga tahun kemudian mendapat ijin dari Dishut untuk menggarap tanah tutupan dengan menanam pohon jati, jambu, mangga, dan tanaman lainnya.
Walaupun demikian, Sanusi hanya bisa berpasrah dengan peraturan pemerintah sekarang dan mengharapkan kebijakan atas jerih payahnya selama puluhan tahun.
Hal yang sama juga diungkapkan Abubakar. Dia sudah 19 tahun menggarap tanah tutupan negara dan kecewa dengan sikap pemerintah. Dia mempertanyakan perhatian pemerintah yang tidak punya lahan untuk dimanfaatkan. “Apakah pemerintah bisa menjamin kebutuhan kami,” ujarnya Senin (31/8).
Sanusi dan Abubakar mempertanyakan ketegasan sikap pemerintah dalam menertibkan kawasan perlindungan pemerintah. Sebab, mereka menilai pemerintah pilih-kasih dalam menertibkan kawasan.
Pasalnya, ada gubuk dan bangunan permanen yang tidak ditertibkan, padahal letaknya di kawasan perlindungan seperti gubuk mereka. (K03)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar