Selasa, 01 September 2009

MUI Prihatin Kasus Pembunuhan di Kole

Bima, Bimeks.-
Kasus pembunuhan dengan cara membakar dan menyembelih, serta kasus perjudian pacuan benhur mengundang keprihatinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bima. Pembunuhan dengan cara itu dinilai berlebihan.
Wakil Ketua MUI Kabupaten Bima, H Ramli HM Ali, menilai apa yang dilakukan warga Kole dengan membunuh dengan cara seperti itu dinilai berlebihan. Bahkan, melampaui hukum Allah, meski perbuatan mencuri juga dilarang Islam. “Kalau kita mengikuti hukum syariat, maka pencuri hukumnya adalah potong tangan, bukan dengan cara membunuh,” katanya kepada Bimeks di sekretariat MUI Kabupaten Bima, Selasa (1/9).
Untuk itu, dinilainyam warga Kole yang terlibat dalam pembunuhan seperti itu belum tersentuh makna berpuasa. Yakni meninggalkan nafsu amarah selama bulan Ramadan. “Mestinya bulan puasa ini dijadikan ajang untuk meluruskan niat,” ujarnya.
Dia berharap semua elemen bersama-sama membina masyarakat agar tidak berperilaku demikian. Pencerahan kepada masyarakat penting atinya agar tidak terjadi lagi hal serupa. Apa yang terjadi, hendaknya menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk terus membina masyarakat.
Diingatkannya, sepuluh hari kedua bulan Ramadan adalah momentum magfirah atau meraih ampunan Allah. Bagi pelaku pembunuhan segera menyesali perbuatan dan memohon ampun karena telah menghilangkan nyawa seseorang.
Wakil Ketua MUI lainnya, HM Yusuf Usman, turut prihatin atas apa yang terjadi di tanah Bima ini. Kezaliman telah terjadi dimana-mana dan bukan tidak mungkin Allah akan menurunkan azab.
“Allah tidak akan menurunkan azab pada suatu negeri, kalau tidak berbuat kezaliman. Termasuk perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam bulan Ramadan,” ingatnya.
Mestinya, kata Yusuf, umat Muslim di Bima dapat menahan diri dari perilaku yang mengundang azab Allah. Selain perilaku pembunuhan dengan cara sadis, juga perjudian pacuan benhur saat bulan puasa.
Bagaimana dengan Ketua MUI Kabupaten Bima, HM Said Amin, BA? Dalam benaknya muncul pertanyaan, mengapa masyarakat “main hakim” sendiri? “Mungkin ini karena penegak hukum yang tidak bisa mengambil tindakan cepat mengatasi pencurian ternak, sehingga masyarakat ‘main hakim’ sendiri,” duganya.
Mestinya dalam bulan puasa ini, kata Said, umat Islam mampu menahan amarah, karena sesungguhnya orang kuat adalah mereka yang mampu mengendalikan amarah hawa nafsu.
“Kalau kamu pada hari ini melakukan puasa, maka jangan berbicara yang cabul dan keji-keji, jangan ribut. Kalau ada orang yang memaki kamu atau ingin membunuh kamu, jangan kamu lawan, tapi cukup kamu beritahukan bahwa kami sedang berpuasa,” ujarnya mengutip salah satu hadis Nabi Muhammad SAW.
Katanya, siapa yang terbunuh karena membela kehormatannya akan mati syahid. Namun, tidak termasuk mati karena mencuri. Jika seseorang dalam bulan puasa membela haknya dan mati, maka akan masuk surga.
Dalam Islam, jelasnya, hak asasi orang Islam yakni seorang muslim harus memiliki agama. Hak atas jiwa raganya, hak atas pikiran, kehormatan, serta hak atas harta bendanya.
“Mereka yang membela lima hak itu akan masuk surga, bagi yang mengambil lima hak orang itu masuk neraka,” ingatnya. (BE.16)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar