Selasa, 11 Agustus 2009

Bandrol Hadiah Rp50 Juta Goda Peserta


Siapa sangka kejuaraan catur Wali Kota Bima Open 2009 tingkat nasional sebagai momentum terbesar dalam olahraga putar otak itu. Tidak hanya dari sisi jumlah peserta, namun juga hadiah yang diperebutkan. Pecatur dari Malaysia pun tergoda mengikuti kejuaraan itu. Bagaimana pengakuan mereka? Berikut catatan Sofiyan Asy’ari.

DUA buah bidak benteng “raksasa” hitam berjejar di depan panggung Paruga Nae. Sebuah baligo besar terpampang. Seekor kuda berdiri tegak dan ditunggangi Wali Kota Bima, HM Nur A Latif.
Besarnya bidak catur itu, seolah menjadi penanda mimpi besar seorang Nur A Latif. Tekadnya ingin memanjakan masyarakat dengan kegiatan yang spektakuler terwujud. Ya, diawali dari mimpi dan direalisasikan dalam aksi. Bukankah jarak ribuan kilometer tetap harus dimulai dari langkah pertama?
“Semua berawal dari mimpi, tanpa mimpi manusia tidak bermakna apa-apa,” katanya saat membuka kejuaraan yang disebut-sebut terbesar di Asia Tenggara itu.
Dia berharap, selama kejuaraan semua atlet menjaga sportifitas. Kegiatan ini juga sekaligus mengajarkan generasi mendatang agar dapat mengelola kegiatan besar.
Apalagi, hadir seorang pecatur asal negeri jiran, Malaysia, Piter Long. Jejeran nama besar pecatur Internasional dan Grand Master hadir semua di Kota Bima. Di antaranya H Ardiansyah, Cerdas Barus, Susanto Megaranto, Irwanto Sadikin, Irwan S, termasuk Utut Adiyanto yang juga Ketua Pengurus Besar (PB) Persatuan Catur Indonesia (Percasi).
Seorang GM berusia 62 tahun ikut ambil bagian, Herman Sura Derajat. Meski rambutnya telah banyak memutih, namun semangat tarungnya terlihat masih tinggi. Siapa yang meleleh air liurnya jika bayang-bayang lembar rupiah yag diterima bakal menumpuk. Aura persaingan antar pecatur pun sepertinya mulai terasa. Apalagi, kejuaraan itu berbandrol hadiah Rp50 juta bagi pemenang pertama. Hadiah itu, menurut Utut Adiyanto, yang terbesar di Indonesia.
Selama ini, kejuaraan serupa di Jawa dan Jakarta hanya memberi hadiah Rp15 juta bagi juara pertama. Gegap-gempita tepuk tangan peserta menambah aroma persaingan sekitar 300 lebih peserta untuk merengkuh hadiah besar itu.
Usai pembukaan pertandingan ekesebisi antara pecatur yunior Kota Bima Muamar Fahri (10 tahun), siswa SD 49 Kota Bima, melawan Grand Master (GM) Susanto Megaranto. Pertandingan ini tidak seperti biasanya, karena Susanto tidak melihat papan catur, hanya membelakanginya. Sementara Fahri melihat ke papan catur.
Susanto sendiri jika ingin melangkah, cukup menyebutkannya dan wasit yang memimpin pertandingan membantu meletakkan bidak yang disebut Susanto. Pertandingan tidak normal itu memukau ratusan pasang mata, itu pernah dilakukan sebelumnya oleh Utut Adiyanto melawan dua orang sekaligus.
Banyak yang tidak menyangka meski tidak melihat papan catur dan hanya mengandalkan daya ingat, GM Susanto menang mudah. Meski kalah, Wali Kota Bima HM Nur A Latif memberi apresiasi kepada Fahri dengan hadiah Rp1 juta.
Bagaimana tanggapan Utut Adiyanto? Katanya, karena kejuaraan ini monumental, maka PB Percasi juga bersungguh-sungguh. Salah satunya dengan menghadirkan wasit internasional dan Komisi Disiplin Percasi.
Baginya, tidak salah ketika Wali Kota Bima HM Nur A Latif dikukuhkan sebagai Bapak Olahraga Pulau Sumbawa. Namun, diharapkannya kejuaraan ini bukan ynag pertama dan terakhir kalinya. Namun, harus berlanjut setiap tahun. “Jangan hanya, karena Wali Kota Bima-nya HM Nur A Latif yang saya anggap memiliki hati yang besar,” pujinya.
Diakuinya, selama ini kesejahteraan atlet catur masih juah dari harapan. Dengan hadiah yang besar, setidaknya menjanjikan untuk kesejahteraan para atlet. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar