Selasa, 01 September 2009

Sampai Derajat Mana Puasa Kita?

Kota Bima, Bimeks.-
Bagaimana dengan derajat puasa kita? Setingkat apa puasa yang selama ini telah dijalankan? Apakah hanya sebatas menahan lapar dan dahaga tanpa dibarengi dengan amalan-amalan yang terpuji. Rentetan pertanyaan itu muncul dari H Abdul Karim Ismail, SAg, penceramah di langgar Al-Mujadid, kemarinm di Mande.
Katanya, hal yang harus ditanyakan adalah apakah puasa telah dimaknai dengan arti sesungguhnya, yaitu dengan merefleksikan pada amalan-amalan keseharian. Puasa ada tingkatan tertentu dan tingkatan itu hanya setiap diri yang bisa mengukurnya. “Tingkatan tersebut antara lain puasa umum, puasa khusus, dan puasa khusus yang dikhususkan,” katanya.
Dijelaskannya, puasa umum adalah puasa lahiriah, sebagaimana yang telah dijalankan yaitu dengan menahan lapar, dahaga, juga menahan diri dari hawa nafsu. Puasa khusus adalah menahan pendengaran, pandangan, lisan, tangan, kaki dan seluruh anggota badan kita untuk tidak mengerjakan kemaksiatan.
Misalnya menahan telinga tidak mendengarkan kebohongan, atau menahan pandangan mata untuk tidak melihat hal-hal yang mendorong diri berbuat kemaksiatan, serta menahan lisan agar tidak berkata bohong pada orang lain. Dikatakannya, berapa banyak kebohongan yang dilakukan manusia tanpa disadari, bohong yang sepele maupun besar.
Pada sisi lain, katanya, puasa khusus yang dikhususkan adalah puasa hati, yaitu puasa hati dari memperturutkan diri untuk memikirkan hal-hal duniawi, menahan diri dari untuk tetap istiqamah hanya memikirkan Allah dan selalu mengingatnya.
“Jika mendapatkan kenikmatan maka tidak pernah lupa untuk selalu bersyukur dan jika mendapatkan musibah tidak pernah mengeluh, selain hanya berkata sesungguhnya kita adalah kepunyaan Allah dan kepada-Nya kita akan kembali,” jelasnya.
Ditambahkannya, puasa bukanlah sebatas menahan lapar dan haus, melainkan juga menjaga hati dan amalan, mengontrol diri dari menjalankan kemaksiatan dan kemungkaran. Rasulullah pernah bersabda bahwa puasa adalah perlindungan, ini akan bisa dirasakan selama manusia bisa memaknai nilai-nilai puasa yang dijalankannya.
“Di antara manfaatnya berpuasa itu ada dua sisi, yaitu sisi jasmaniah dan ruhaniah,” katanya.
Katanya, puasa memberikan istirahat bagi alat-alat pencernaan makanan. Dari sisi ruhaniah, dapat mendorong seseorang mengontrol kesabaran dalam menghadapi keadaan yang sulit. Dengan meninggalkan makan dan minum, meskipun merasakan haus dan lapar, tetap bisa manahan keinginannya dengan niat dan dorongan yang kuat atas kewajiban yang dijalankan.
Selain itu, kata Karim, Ramadan mengajarkan umat Islam agar bersimpati terhadap orang miskin. Ketika rasa lapar dan dahaga menyerang orang yang sedang menjalankan puasa, maka saat itu bisa merasakan dan berbagi pengalaman yang dirasakan oleh berjuta umat Islam yang kelaparan.
“Ini bisa memotivasi seseorang untuk memberikan sumbangsih bagi kesejahteraan masyarakat,” ujarnya. (K02)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar