Bima, Bimeks.-
Menunaikan zakat adalah sebagai tanda pengabdian kepada Allah. Kedudukannya sama dengan rukun Islam yang lainnya, seperti shalat, puasa, dan haji. Hal itu diingatkan Ketua Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kabupaten Bima, Drs Anwar H Muhammad, Jumat (11/9).
Dikatakannya, sasaran zakat sebenarnya untuk membantu menyejahterakan para fakir miskin. Untuk zakat fitri di Kabupaten Bima, jika terkumpul 100 persen, maka nilainya sekitar Rp6 miliar. Jumlah itu, belum termasuk zakat lainnya, seperti maal dan profesi.
Hingga saat ini, penerapan zakat profesi di Kabupaten Bima belum maksimal. “Hanya dua instansi yang rutin membayarnya, yakni Dinas Kesehatan dan Sekretariat Daerah,” katanya kepada Bimeks di kantor Bazda Kabupaten Bima.
Zakat profesi, kata dia, sebenarnya nilainya tidak terlalu berat, selain dikhususkan bagi yang memiliki jabatan fungsional. Untuk golongan I dan II Rp2.000, golongan III Rp3.000 dan golongan IV Rp4.000. “Kedua instansi itu rutin menyetorkan zakat profesinya dan tidak pernah putus. Pembayaran zakat profesi ini juga sesuai dengan himbauan bupati Bima,” katanya.
Masalah zakat, ujarnya, sudah memiliki payung hukum, yakni Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Selama ini pengelolaannya belum baik, padahal menjadi sumber ekonomi Islam. “Jika semua zakat yang ada terkumpul untuk Kabupaten Bima, maka jumlahnya melebihi APBD,” tandasnya.
Selain zakat profesi, kata Anwar, zakat yang belum maksimal dikelola atau dibayarkan adalah hasil pertanian. Selama ini petani hanya mengenal zakat gabah. Sebenarnya untuk hasil bawang, kedelai, dan hasil pertanian lainnya dikenakan zakat pertanian. “Masyarakat sepertinya bukan tidak mau membayar, akan tetapi kurang sosialisasi kepada mereka,” ujarnya.
Selama ini, diakuinya, para ustadz yang memiliki “jam terbang” untuk ceramah, jarang menyampaikan materi tentang zakat. Jika saja bisa ikut membantu sosialisasi, maka masyarakat akan paham. “Kami juga berterimakasih, karena bupati Bima setiap turun safari Ramadan sudah mulai menyinggung masalah pentingnya membayar zakat,” ujarnya.
Pembayaran zakat, ingat Anwar, harus melalui lembaga yang telah ditunjuk. Tidak dibagikan langsung oleh yang berhajat kepada seseorang. Karena lembaga yang resmi atau mustahiqlah yang mengetahui siapa yang berhak berdasarkan delapan asnaf atau kriteria yang telah ditetapkan dalam Islam. “Kalau ada orang kaya yang membayarkan zakatnya langsung pada seseorang, maka sama halnya bersedekah, bukan berzakat. Zakat itu harus jelas dari mana dan untuk siapa, maka Amil-lah yang tahu,” terangnya.
Untuk itulah, kata dia, UU Pengelolaan Zakat dibuat agar pengelolaannya terarah dan tidak mengarah ke perilaku konsumtif, melainkan diarahkan ke produktif. Dana yang terkumpul dari zakat itu bisa diarahkan untuk membantu kaum fakir miskin dalam permodalan usaha. Harapannya ketika usaha berkembang, ditahun mendatang dia menunaikan zakat.
Semakin banyak yang berzakat, ujarnya, maka semakin sedikit mustahiq-nya. Jika sedikit penerima, maka dana itu bisa diarahkan ke permodalan kelompok usaha atau baitul maal.
Ke depan, katanya, BAZDA akan mengevaluasi titik kelemahan menunaikan zakat. Salah satunya dengan meningkatkan frekuansi sosialisasi ke masyarakat, sehingga semua orang paham dan mau berzakat, sebagai upaya pengabdian kepada Allah. (BE.16)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar