Kamis, 30 Juli 2009

KPU Kota Bima Enggan Komentari Putusan MA


Kota Bima, Bimeks.-
Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan peng­hitungan hasil suara tahap kedua berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 15 dan kini menuai banyak sorotan. Putusan MA itu tidak hanya berpengaruh pada kursi di DPR RI, namun juga DPRD.
Menanggapi hal itu, Ketua KPU Kota Bima, Dra Nur Farhaty, MSi, enggan mengomentarinya. Dikatakannya KPU Kota Bima memiliki posisi hirarki, sehingga masih menunggu putusan KPU Jakarta. “Di sana (KPU Pusat, Red) masih dalam proses,” katanya kepada wartawan di KPU Kota Bima, Kamis (30/7).
Mengenai hasil penetapan kursi DPRD Kota Bima sebelumnya, apakah akan berubah dengan putusan MA itu, sehingga ada Caleg terpilih harus dibatalkan? Namun, Farhaty tak ingin berandai-andai mengenai hal ini. Dia lebih memilih menunggu putusan KPU Pusat. “Tidak ada komentar dulu mengenai hal ini,” jawabnya.
Seperti dilansir Bimeks sebelumnya, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Ferry Mursyidan Baldan, meminta agar KPU mempertahankan keputusan tentang Penetapan Hasil Pemilu Legislatif. Sebab, penetapan KPU tentang Hasil Pemilu Legislatif ini, termasuk penghitungan suara tahap kedua, sudah sesuai dengan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum.
KPU diminta tidak berubah arah, karena keputusan itu sudah sesuai dengan Undang-Undang. Khususnya, Pasal 205 Ayat (4) dan sangat jelas, bahwa pasal itu mengatur tentang urutan dan tatacara perolehan kursi di setiap daerah pemilihan (Dapil).
Dia berpendapat, pilihan kata “memperoleh suara” pada pasal 205 ayat (4), yakni “kepada partai politik peserta Pemilu yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 50 persen dari BPP”, merupakan pilihan sadar untuk merumuskannya dengan tidak menggunakan kata-kata “sisa suara”.
Artinya, penggunaan kata ini karena pengertian “memperoleh suara” 50 persen berlaku bagi parpol yang memperoleh suara lebih dari BPP yang sudah digunakan meraih kursi. Selain itu, masih ada suara lebih dan kelebihan sekurang-kurangnya 50 persen BPP ataupun parpol yang tidak mencapai BPP, sepanjang perolehan suaranya sekurang-kurangnya 50 persen BPP, maka berhak diikutkan dalam penetapan perolehan kursi tahap kedua.
Dengan demikian, menurut dia, penetapan perolehan kursi tahap kedua tidak hanya bagi parpol yang mencapai BPP. Rumusan pasal ini adalah upaya perbaikan dari pengaturan perolehan kursi agar terjadi ‘perimbangan’ nilai kursi di setiap Dapil, seperti yang terjadi pada Pemilu 2004.
Karena itu, kata dia, peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 tersebut sudah benar dan sesuai dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008. (BE.16)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar