Kamis, 30 Juli 2009

Pasien HIV/AIDS Dibelit Masalah Keuangan


Kota Bima, Bimeks.-
Hingga Kamis (30/7) siang, Ris, pasien positif HIV/AIDS asal Kelurahan Rabadompu Barat masih dirawat intensif di ruang isolasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bima. Meski telah cukup lama disarankan dirujuk ke Mataram, keluarga pasien masih memilih bertahan. Mengapa? Bisa ditebak, keluarga petani kesulitan biaya.
Tidak berbeda pekan sebelumnya, sejak dirawat Kamis lalu, kondisi Ris masih sama, bahkan cenderung menurun. Badannya tampak lemah, bagian mulutnya tampak berwarna putih seperti jamur. Perbedaannya, tidak seperti tiga hari lalu, sejak kemarin, pasien berumur 23 tahun itu dipindahkan ke ruangan isolasi. Ris dirawat ditemani orang tuanya.
Orang tua pasien, Abdullah mengaku, bingung dengan penanganan anak bungsunya itu. Pasalnya, meski sudah disarankan dirujuk ke Mataram, keluarganya belum mampu menyiapkan biaya pengobatan. “Kami ini hanya petani Nak, bagaimana bisa kami bawa ke Mataram ini saja kami pakai Jamkesmas,” tutur Abdullah, di RSUD Bima, kamis (30/7).
Diakui Abdullah, hingga kemarin belum ada satu pun petugas Dinas Kesehatan (Dikes), Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) maupun utusan pemerintah lainnya yang mengunjungi atau melihat kondisi putranya itu. Hingga kemarin Ris hanya ditunggui bersama istrinya, Kalsum. “Sebenarnya dari kemarin disuruh bawa ke Mataram, tapi kami tidak memiliki biaya,” katanya.
Dihubungi terpisah, Kepala Humas RSUD Bima, dr H Sucipto menyatakan, hingga kemarin keluarga pasien penyakit mematikan itu belum menerima bantuan dari pemerintah, kendati keadaan pasien itu telah diinformasikan dan dikoordinasikan dengan pemerintah setempat. “Hingga saat ini, pasiennya belum dibawa ke Mataram, karena kendala biaya. Keluarga pasien juga masih menunggu uluran bantuan dari pemerintah,” katanya.
Diakui Sucipto, kendati melalui rujukan itu belum bisa memastikan keadaan pasien membaik. Langkah itu setidaknya akan membantu pasien dan keluarganya mendapatkan pelayanan yang lebih baik. “Keliru pernyataan Dinas Sosial, jika dirawat di sini dengan di Mataram itu sama. Apa mereka dokter bisa memastikan begitu. Tentu saja ada perbedaannya-lah,” katanya.
Sucipto juga membantah ada praktik medis yang menggunakan jarum suntik lebih dari satu kali, kendati muncul spekulasi kuat tentang itu. Menurutnya, secara umum paramedis tetap merujuk ketentuan dan kodek etik profesi. Sisa-sisa jarum suntik yang digunakan untuk pasien HIV/AIDS itu langsung dikumpulkan dan diamankan dalam satu wadah tersendiri. “Kita juga sudah disumpah, tidak benar kita menggunakan jarum suntik lebih dari satu kali. Kalau ada yang begitu berarti memang sengaja membunuh pasien dan melanggar kode etik,” katanya.
Pantauan Bimeks, kemarin, keberadaan Ris menjadi bahan pembicaraan dari keluarga pasien lainnya. Sebagian mengaku tak mengetahui apa penyakit yang dideritanya. Hanya mereka heran dengan banyaknya wartawan yang hampir setiap hari memantau kondisinya.
Seperti dilansir Bimeks sebelumnya, Kepala Seksi (kasi) Rehabilitasi dan bantuan Sosial Dinsosnaker, Ma’ani, menilai langkah RSUD Bima menyarankan pasien HIV/AIDS agar rujuk ke Mataram bukanlah solusi, karena pelayanan di sana dengan di Bima sama saja. “Itu bukanlah solusi, toh di sana juga tidak ada ruang isolasinya karena obatnya juga belum jelas,” kata Ma’ani beberapa waktu lalu.
Ma’ani juga sempat mengingatkan pihak medis agar bekerja profesional menyusul banyaknya spekulasi penggunaan jarum suntik lebih dari satu kali. (BE.17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar