Jumat, 31 Juli 2009

Saatnya Sayangi Waria dengan...

Kota Bima, Bimeks.-
Pascamerebaknya kasus HIV/AIDS yang menjangkiti dua wanita-pria (Waria) Kota Bima masyarakat dan pemerintah harus mengubah paradigma terhadap mereka. Pasalnya, status Waria adalah perilaku yang menyimpang dan berisiko tinggi terhadap penyakit HIV/AIDS karena pergaulan mereka.
Demikian diingatkan Ustaz Islahuddin, S.Psi, psikolog dan pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Ulul Albab.
“Waria bukan kodrat seperti yang diyakini banyak orang, sehingga masyarakat dan pemerintah harus menyadarkan mereka. Bukan malah membiarkan dengan kesesatan mereka,” tegasnya saat dialog interaktif di studio Bima TV, Kamis (30/7).
Diakui Islahuddin, masyarakat dan pemerintah terkesan mengakui eksisitensi Waria, bahkan memberikan ruang ekspresi yang luas. “Padahal, itu justru semakin membuat mereka terjerembab dalam kesesatan,” ungkapny.
Katanya, masyarakat dan pemerintah harus memperlakukan Waria sebagaimana adanya, yaitu laki-laki. “Waria adalah kumpulan orang yang salah mengekspresikan fungsi gendernya, sehingga kita harus meluruskan dan membimbingnya,” ujarnya.
Kasus terjangkitnya virus HIV/AIDS pada sejumlah kaum Waria ini, dinilainya merupakan bala, sekaligus teguran Allah. “Saatnya kita sayangi para Waria dengan cara yang sebenarnya,” ujarnya.
Menurut Islahuddin, menyayangi Waria bukan dengan menjadikan mereka sebagai tontonan dengan dandanan menor atau disuruh tampil dalam acara-acara tertentu dengan gaya mereka. Melainkan mengarahkan mereka agar sadar bahwa yang dilakukan itu salah. Mereka adalah laki-laki sejati dan mereka bisa kembali menemukan jati dirinya. “Karena tidak ada jenis kelamin kedua setelah pria dan wanita,” ujarnya.
Diakuinya, merebaknya Waria karena berbagai hal. Diantaranya adalah pola asuh yang salah. Ada orang tua yang mempunyai banyak anak laki, kemudian menginginkan anak perempuan. Jadilah salah satu anak perempuannya yang biasanya yang bungsu dididik dan didandani, seperti layaknya anak perempuan, sehingga ini berlanjut hingga anak dewasa.
Hal lain adalah karena faktor lingkungan yang mendukung. “Dulu banci itu dibenci, tapi sekarang malah terkesan disanjung-sanjung. Ini membuat mereka mereka diakui eksistensinya,” ujarnya.
Bagaimana cara mengembalikan Waria pada kodratnya sebagai laki-laki? Dia menyarankan melalui jalur komukasi, oleh pemerintah maupun ulama. Kemudian mereka tidak diberikan ruang berekspresi, apalagi tampil pada acara-acara tertentu.
Selanjutnya, Waria dibiarkan berbaur dengan lelaki, bukan dengan wanita, apalagi sesama waria. “Di sejumlah negara Islam ada orang yang bertingkah seperti wanita dipenjara,” ujarnya. (BE.14)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar