Kota Bima.-
Empat pelajar Kota Bima yang menjadi duta Indonesia ke Amerika Serikat, Jumat (14/8), sekitar pukul 10.53 Wita tiba di Bandara Sultan Muhammad Salahudin Bima. Kedatangan pelajar bersama guru pendamping, Syahruna, SPd, itu disambut suka cita oleh keluarganya masing-masing.
Mereka adalah Raodhatul Jannah Khairudin, Fitri Kurniati, dan Wasiadi (ketiganya dari SMAN 1 Kota Bima) dan Muh Nizar Sohib (SMAN 2 Kota Bima.
Keempat pelajar itu mengunjungi AS bersama rekan mereka dari Palembang dan Karawang. Dari empat pelajar itu, koper milik Raodhatul Jannah Khairudin atau disapa Anna, ketinggalan. Koper sudah tak ada sejak dalam perjalanan dari Jepang ke Singapura.
Perjalanan balik mereka dari negeri Paman Sam itu dimulai dari Washington DC pada Rabu (12/8) menuju Narita Jepang, kemudian terbang ke Bandara Changi Singapura. Di negara itu, mereka menginap sehari. Setelah itu, ke Jakarta dan menuju Bali selanjutnya ke Bima.
Selama di Amerika, pada sepuluh hari pertama mengikuti program Community Immersion bersama host family. Beragam pengalaman mereka dapatkan dalam program itu. Secara umum, interaksi dengan host family menyenangkan dan mendapatkan pengalaman baru. Masyarakat Amerika sangat bersahabat, terutama host family, yang menunjukkan perilaku terhadap pelajar Indonesia layaknya anaknya sendiri. Pada 13 hari setelah itu, mengikuti Legacy’s Global Youth Village bersama teman-temannya dari sejumlah negara. Dalam program itu, mereka terlibat dalam interaksi lintas budaya dunia. Mereka bertukar pikiran tentang berbagai hal untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Mereka diajari oleh pihak yang berkompeten pada bidangnya mengenai kepemimpinan, ketrampilan, seni dan budaya. Selain itu, membuat proposal.
Dalam masa karantina itu, mereka terlibat dalam program Washington DC Trip dengan mengunjungi Gedung Putih, Capital Hill, dan monumen bersejarah selama tiga hari.
Para peserta mengaku sangat menikmati keseluruhan program yang dijalani dan sebenarnya belum ingin balik ke Indonesia. Seperti pengakuan seorang peserta, Anna.
Dia mengaku sangat gembira selama mengikuti program itu, karena banyak aspek yang dipelajari untuk peningkatan kemampuan, wawasan, dan ketrampilan. Selain itu, disiplin waktu dan tugas benar-benar diterapkan. “Belum kangen dengan Indonesia,” kata Anna dikutip Ir KhairudinM Ali, bapaknya, di BTN Penatoi, tadi malam.
Ada sisi menarik dari pengakuan Anna soal Culture Shock. Materi itu sebelumnya diberikan di Jakarta sebelum terbang menuju negeri Barrack Husein Obama Jr itu. Tujuannya agar pelajar Indonesia tidak kaget dengan suasana lingkungan dan kehidupan budaya Amerika.
Namun, ternyata Anna merasakan nuansa yang berbeda. Katanya, mestinya materi Culture Shock tidak diberikan sebelum ke Amerika, tetapi setelah kembali ke Indonesia. Karena, bagi Anna justru mengalami gejala Culture Shock setelah berada di Indonesia.
Mengapa demikian? Hal itu karena kenyataan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara suasana lingkungan AS dengan Indonesia. Di AS, masyarakat sangat menghargai satu sama lain, berbudaya hidup bersih, dan menerapkan disiplin. Justru saat kembali ke Indonesia, pemandangan seperti itu jarang dijumpai. Sampah di Jakarta terlihat di mana-mana, demikian juga dengan budaya tak disiplin. “Merasa shock lihat negara sendiri,” katanya.
Anna mengaku pada suatu saat nanti sangat ingin kembali ke Amerika, entah melalui sekolah atau lewat program beasiswa. (BE.12)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar