Kota Bima, Bimeks.-
Dari berbagai kasus yang ditangani Kepolisian Resort Kota (Polresta) Bima menunjukkan upaya orang Bima dalam memertahankan harga diri sangat tinggi. Namun, tingginya menjaga harga diri itu bisa menjadi persoalan.
Hal itu dikatakan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bima, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Yuyan Triatmaja, SIK, berkaitan dengan fenomena laporan kasus yang diterima dari masyarakat dalam beberapa waktu terakhir.
Dia mengatakan karena tingginya upaya menjaga harga diri yang dilakukan orang Bima, maka jika ada yang sedikit menghina, maka akan melaporkannya kepada aparat Kepolisian. Demikian juga ketika ada persoalan pencemaran nama baik, maka selalu melaporkannya ke aparat hukum.
Padahal, kata dia, persoalan-persoalan itu dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Namun, kecenderungan orang Bima ada kepuasan jika dapat melaporkan orang yang berselisih dengannya ke Kepolisian. “Bukti tingginya harga diri orang Bima, dari banyaknya laporan yang kami terima dalam kasus penghinaan dan pencamaran nama baik. Orang Bima cenderung tidak mau menyelesaikannnya sendiri,” katanya di kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima, Sabtu (8/8) lalu.
Bahkan, kata Yuyan, orang Bima seolah akan puas jika teman yang dilaporkannya ke polisi dipenjarakan. Namun setelah ditahan, baru mau menyatakan damai. Malah modus yang terjadi saat ini, siap berdamai jika pelapor diberikan sejumlah uang.
Jika persoalan yang dihadapi orang itu, tidak ditangani serius oleh Kepolisian, maka dapat berbias pada konflik yang lebih besar. Namun jika ditangani, maka modus itu kadang dijalankan. Baginya, perlu ada kebersamaan atau keterlibatan semua komponen untuk menyelesaikan persoalan ditengah masyarakat.
Dia mengaku setuju diberlakukannya hukum adat di Bima. Jika jalan adat yang ditempuh, maka hukum positif bisa dikesampingkan dahulu. Apalagi, jika hukum adat itu dapat meredam konflik di tengah masyarakat.
Selain itu, katanya, rasa kekeluargaan orang Bima sangat tinggi. Jika ada satu kerabat yang dihina atau bermasalah dengan orang lain, ada kecenderungan keluarga lain ikut terlibat. Hal inilah yang kerap memicu konflik bereskalasi luas.
“Mestinya rasa kekeluargaan itu bisa diarahkan untuk hal-hal yang positif,” sarannya. (BE.16)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar