
Kota Bima, Bimeks.-
Mau tahu data rekam medik Puskesmas Asakota dalam kasus gizi buruk (GB)? Pihak Puskesmas menyodorkan kemarin, berikut nama dan asal mereka. Masih seperti sebelumnya, penderita yang pernah ditangani 35 kasus.
Diakui, hanya satu kasus saja yang sempat tercatat tahun 2006 lalu dan kondisi penderita masih terus dipantau hingga tahun 2009 ini. Ini sekaligus menepis data Dikes Kota Bima sebelumnya bahwa 35 kasus itu dimulai sejak 2006 lalu, akumulasi dari kasus pada semua kelurahan.
Para penderita GB yang pernah dirawat itu adalah 18 orang warga Jatibaru, yakni Fitri, Nurhasna, Istiqomah, M Fajrin, Risma, Fauji, Fajrin, Ira, Nurfinanti, Sri Lina, Faujal, Fika Julianti, Abdurahman, Susanti, Nurhasna, Susi. Sisanya, 10 warga Jatiwangi yakni Nurfadilah, Nurhailifa, M Rifi, Ardiansyah, As-Sauqin, Rendi, Nur Islamiah, Haerunisa, dan Fardi.
Tiga pasien lainnya tercatat sebagai warga Melayu, yaitu M Farul, Nursaidah dan Ayu Andari. Sisanya 4 orang tercatat warga Kolo, Widi, Selfi, Fitri dan M Hidayat.
Koordinator Gizi Puskesmas Asakota, Rosdiana, BSc, kepada wartawan, Kamis (8/10), mengatakan sebagian besar pasien itu tercatat masih dalam kondisi klinis atau tetap pada kondisi semula GB, meskipun ada beberapa yang sudah kembali ke fase gizi kurang (GK). “Sebenarnya upaya penanganan terus kita lakukan termasuk tingkat Posyandu, kami berjuang keras menanganinya namun belum diimbangi dengan anggaran pemerintah,” ujar Rosdiana di Puskesmas setempat.
Dijelaskannya, GB terbagi dalam tiga fase, yakni fase Maramus dengan ciri fisik ditinjau dari mental, agak gemuk dan memiliki tanda odep, fase Kwashirkor dengan ciri fisik sangat kurus, kulit kemerah-merahan pucat, rambut rapuh gampang tercabut, otot mengecil, liver membesar. Selain itu, fase gabungan (Maramis dan Kwashiorkor) memiliki ciri gabungan dari kedua fase itu. “Awalnya rata-rata pasien gizi buruk yang pernah dirawat masuk fase Maramis dan Kwashiorkor,” katanya.
Nah, ada lagi pengakuan terbaru Puskesmas Asakota. Mereka terpaksa “menyunat” anggaran untuk Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dalam menangani GB.
Dikatakan Rosdiana, berbeda dengan Puskesmas lainnya, Puskesmas Asakota terpaksa menerapkan kebijakan lain, memotong dana Jamkesmas menyusul alokasi anggaran penanganan GB dari pemerintah daerah yang sebenarnya hampir tidak ada.
“Bahkan untuk menangani Gizi Buruk, Kepala Puskesmas terpaksa mengambil kebijakan menggunakan Jamkesmas. Daripada penderita tidak tertangani dan berakibat fatal,” ujar Rosdiana di Puskesmas setempat. (BE.17)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar