
Kota Bima, Bimeks.-
Bagaimana reaksi kalangan DPRD Kota Bima terhadap kasus gizi buruk (GB) di Kecamatan Asakota? Mereka geram. Selama ini, kasus GB di Kota Bima nyaris tidak ada yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan (Dikes), termasuk saat penentuan alokasi Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD).
Demikian reaksi Wakil Ketua Sementara DPRD Kota Bima, Ferry Sofyan, SH, kepada wartawan, Kamis (8/10), menanggapi angka kasus GB yang berada pada level 35 sejak Januari 2009 hingga awal Oktober ini.
“Sekarang pemerintah terkejut, angka gizi buruk mencapai 35 orang. Padahal, itu tidak akan terjadi jika sejak awal benar-benar dilaporkan apa adanya, sehingga saat penentuan anggaran pun asal meraba-raba,” sorotnya di sekretariat DPRD Kota Bima.
Fenomena kasus GB itu, dinilainya, karena kurangnya kemampuan Dinas Kesehatan (Dikes) melaksanakan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi). Angka Indeks Prestasi Manusia (IPM) yang disuguhkan pemerintah dalam setiap laporan APBD selalu meningkat, bertolak belakang dengan realita kasus GB saat ini. Tolok ukur atau indikator IPM semestinya harus berdasarkan tingkat kesejaterahaan masyarakat dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan derajat kesehatan dibandingkan dengan sejumlah penetrasi atau intervensi pemerintah. “Kasus ini menunjukkan IPM kita masih lemah, tidak seperti yang disampaikan selama ini,” katanya.
Dikatakannya, meski dalam versi Dikes menyebutkan anggaran untuk penanganan GB hanya Rp40 juta setahun, sebagai solusi membludaknya kasus busung lapar saat ini, sebenarnya pemerintah bisa menggunakan anggaran tak terduga yang memang dialokasikan lebih banyak.
“Anggaran Dikes hanya 40 juta itu mustahil, anggaran Dikes lebih banyak di atas itu. Selama ini mungkin masalahnya kita (Dewan) tidak pernah disampaikan data yang sebenarnya, yang dilaporkan kepada kita asal diperkirakan saja,” katanya.
Diisyaratkannya, dalam waktu tak lama lagi, Dewan mengagendakan pemanggilan Kepala Dikes, Sarjan, APt, berkaitan dengan kasus itu. Selain itu, akan berkoordinasi dengan pemerintah untuk mendorong Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya dalam menangani kasus itu. Pasalnya, kasus itu disebabkan multifaktor, diantaranya persoalan sosial, pendidikan, terutama kesehatan.
“Kasus ini juga merupakan gambaran bahwa kesejahteraan masyarakat kita cukup minim,” ujar Ferry.
Duta PKS, Anwar Arman, SE, juga mendesak pemerintah segera fokus dalam penanganan kasus busung lapar itu, karena mengancam kelangsungan hidup generasi mendatang. Terlepas dari perbedaan data yang sampaikan antara Dikes dengan Puskesmas Asakota, pemerintah memiliki kewajiban meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Semestinya, persoalan ini disikapi pemerintah secara bijak, harus menjadi perhatian serius,” katanya.
Anwar mengatakan, tidak hanya Dikes, sejumlah SKPD seperti Dinas Pertanian dan Peteranakan, Badan Ketahanan Pangan dan Dinas Sosial harus memberikan atensi khusus untuk fenomena kasus busung lapar. “Seluruh pihak harus bergerak, tidak terpusat penanganannya. Mesti butuh keseriusan dari seluruh pihak atau lintas sektor,” katanya. (BE.17)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar