Bagaimana secara teknis gempa di wilayah Bima dan Dompu atau Nusa Tenggara (Nusra)? Kasubag Program dan Pelaporan, Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Bima, Masykur, ST, MT, menjelaskan secara geologi, daerah Nusa Tenggara termasuk Bima berada di daerah penunjaman gempa yang lemah. Ini berbeda dengan pulau Jawa dan Sumatera.
Secara umum, Nusa Tenggara dengan pulau Jawa dan Sumatera masuk dalam satu jalur patahan antara lempeng Indo-Australia di sebelah selatan dengan lempeng Benua Asia (Eurosia) sebelah utara. “Kedua lempeng itu berpotensi saling bertabrakan dan menyebabkan tumbukan (subdaksi) hingga ada penunjaman di bawah lempeng itu,” katanya di Distamben, Rabu.
Akibat tabrakan itu, ujar Masykur, sepanjang zona penunjaman dari pulau Sumatera hingga Nusa Tenggara Timur (NTT) membentuk daerah penunjaman beberapa kilometer ke dalam di bawah permukaan bumi, hingga menyebabkan getaran-getaran gempa. “Karena adanya penunjaman itulah yang menyebabkan gempa,” ujar Masykur.
Dikatakan jebolan S2 Teknik Geologi Pertambangan UGM ini, meski memiliki potensi, secara umum, jika pun terjadi gempa di wilayah Nusa Tenggara kekuatannya (magnitude) tidak terlalu tinggi, karena zona penunjamannnya jauh ke selatan di bagian palung laut. Hal ini berbeda dengan dearah Jawa dan Sumatera memiliki penunjaman yang tajam, sehingga getaran kuat hingga ke daratan.
Selain itu, katanya, ditinjau dari segi komposisi batu atau litologi, Bima secara umum tersusun dari sedimen atau hasil endapan, cukup keras, padat dan terkonsolidasi dengan sempurna, sehingga stabil terhadap bahaya longsoran karena pengaruh gempa. Berbeda dengan litologi di daerah Jawa dan Sumatera dengan kondisi material lepas yang sebagian besar terdiri dari lapisan tanah (soil) yang tebal dan tidak terkonsolidasi dengan baik. “Kalau terjadi gempa skalanya rendah, karena penunjamannya jauh ke selatan sehingga getarannya yang sampai ke daratan cukup rendah, “katanya.
Diakuinya, dalam catatan sejarah gempa di Bima paling tinggi antara 5 hingga 6 Skala Richter (SR). Gempa yang cukup kuat terjadi pada tahun 70-an, saat itu sempat menyebabkan tsunami di pantai selatan Sumbawa. Gempa fenomenal kedua terjadi di wilayah Flores NTT, namun dampaknya menyebabkan tsunami kecil di Bima. “Kondisi kita cukup aman, karena litologi dari material yang keras. Jika pun ada kemungkinan longsor tidak terlalu besar, hanya setempat-setempat di daerah dataran tinggi atau pegunungan,” katanya.
Masykur mengatakan, pada prinsipnya, tanda-tanda bakal gempa bisa saja diketahui lebih awal. Hal itu dapat dilihat dari peningkatan aktifitas vulkanik, karena kegiatan gunung api berkaitan juga dengan tektonik. Akibat tabrakan dan tumbukan dua lempeng atau benda padat diantara kerak samudera dan benua itu, menyebabkan pelelehan (partial melting) hingga menghasilkan cairan larva pijar (magma) dengan suhu yang mencapai sekitar 1.100 derajat dan bersifat bergerak.
Menurutnya, konstruksi bangunan dengan bahan kayu bisa menjadi solusi terbaik terhadap kondisi Nusa Tenggara yang menjadi daerah berpotensi gempa. Pada bagian lain, saat ini pengembangan bangunan menggunakan bahan beton ringan. “Seperti di Jepang, saat ini banyak mengimpor batu apung (pumice) untuk bahan dasar beton ringan sehingga bisa menjadi solusi bagi gempa,” pungkasnya. (BE.17)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar